Kepri.kabardaerah.com, Jakarta- Forum Komunikasi Rakyat Indonesia (Forkorindo) melayangkan surat kepada Menteri Perhubungungan RI berisi desakan pencabutan alokasi lahan seluas 165 hektar yang diberikan Badan Pengusahaan (BP) Batam kepada empat perusahaan properti. Desakan itu disampaikan karena tidak sesuai dengan Rencana Induk Bandar Udara (RIB) Hang Nadim Batam yang mencakup 1.762,700144 Hektar.
Sebelumnya beredar kabar pengalokasian lahan terhadap empat perusahaan penerima alokasi disertai dengan praktik gratifikasi sebesar US$6 (Rp.94.000) per- Meter yang diterima pimpinan BP Batam.
Informasi yang diterima Forkorindo dari sumber internal BP Batam itu, diyakini kebenarannya, karena pengalokasian merupakan tindakan kontroversi terhadap paraturan perundang-undangan yang mengatur penataan bandara.
”Kami telah menggelar rapat dan merekonstruksi kasus bersama beberapa praktisi hukum yang bergabung dalam Forkorindo. Dalam beberapa waktu ke depan, kami akan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara, terlepas dari apa jawaban Menteri Perhubungan RI, ” kata Ketum Forkorindo, Tohom TPS, SE, SH, MM.
Lanjutnya, Ini menjadi perhatian utama kami, karena bandara merupakan objek vital Nasional yang menyangkut kenyamanan dan keselamatan penerbangan, ” tegasnya ke Media ini, Minggu (24/12/22).
Sebanyak 4 perusahaan yang telah memiliki alokasi di dalam area kawasan Bandara. Alokasi itu, kata Tohom, tidak sesuai dengan RIB Hang Nadim di Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau. Perusahaan itu antara lain: (a) PT Prima Propertindo Utama, (b) PT Batam Prima Propertindo, (c) PT Cakra Jaya Propertindo, dan (d) PT Citra Tritunas Prakarsa.
Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak dengan hormat dari jabatannya. Sanksi hukumnya berat, karena pengalokasian lahan di dalam area Bandara tegas dilarang sejumlah peraturan.
” Salah satu adalah Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Batam, Bintan, dan Karimun, khususnya pasal 88 tentang Zonasi Bandar Udara Umum Hang Nadim, Batam, ” ungkap Ketua Umum Forkorindo, Tohom TPS, SE, SH, MM.
Dalam surat yang dilayangkan Forkorindo ke Menteri Perhubungan RI, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya pasal Pasal 73 yang mengamanatkan setiap pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin tidak sesuai dengan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (7), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak dengan hormat dari jabatannya.
”Sanksi hukumnya berat, karena pengalokasian lahan di dalam area Bandara tegas dilarang sejumlah paraturan. Salah satu adalah Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Batam, Bintan, dan Karimun, khususnya pasal 88 tentang Zonasi Bandar Udara Umum Hang Nadim, Batam, ” ucap Tohom.
Aturan yang termutakhir dikeluarkan adalah Keputusan Menteri Perhubungan RI nomor KM 47 tahun 2022 tentang Rencana Induk Bandar Udara Hang Nadim di Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau. Pada diktum Pertama Kepmenhub 47/2022 tersebut menetapkan: Menetapkan Rencana Induk Bandar Udara Hang Nadim terletak di Rota Batam Provinsi Kepulauan Riau dengan acuan koordinat pada ujung landas pacu TH. 22 yang terletak pada koordinat 01° 08′ 04,50″” Lintang Utara (LU); 104° 07′ 50,84″ Bujur Timur (BT) atau pada koordinat bandar udara X = 20.000 meter dan Y = 20.000 meter dimana sumbu X berhimpit dengan sumbu landas pacu yang mempunyai azimuth 41° 37’ 6,94” – 221° 37’ 6,94” terhadap arah utara geografis dan sumbu Y melalui eksisting ujung landas pacu TH. 22 tegak lurus sumbu X.
Atas alasan itu, Forkorindo mendesak Menteri Perhubungan membawa ke proses hukum tindakan pengalokasian lahan yang diberikan kepada pengembang properti. SK Kemenhub nomor KM 47 tahun 2022 tentang Rencana Induk Bandar Udara Hang Nadim di Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau, yang menetapkan 1.762,700144 hektar wilayah RIB Hang Nadim.
”Menegaskan kepada Menteri Perhubungan bahwa pengalokasian lahan kepada para pengembang properti di wilayah R.I.B adalah pelanggaran hukum, dan wajib diproses hukum,” tegas Tohom.
Sebelumnya, Jum’at (23/12/2022), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Riau Corruption Watch (RCW) menggelar demonstrasi di halaman gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
RCW menuntut KPK turun tangan dalam menangani pengalokasian lahan yang semrawut. Beberapa lokasi lahan dicabut dari penerima alokasi karena diduga tidak bersedia membayar fee atau gratifikasi kepada oknum BP Batam.
Sebagian lagi lahan dialokasikan kepada pengguna lahan, meski berada di hutan lindung, dan hutan manggrove. Saat ini ribuan hektar hutan manggrove (hutan bakau) yang berada di Kecamatan Sei Beduk dan Kecamatan Bengkong, telah dialokasikan kepada pengusaha properti untuk seterusnya ditimbun.
Tindakan semena-mena dalam alokasi lahan itu, menurut Ketua LSM RCW, Muren Mulkan, telah menimbulkan keresahan di kalangan penerima alokasi lahan, dan di sisi lain, menimbulkan kerusakan lingkungan.
”Kami melakukan unjuk rasa di KPK karena pengelolaan pertanahan di Pulau Batam, belakangan ini semakin amburadul. Lahan di mana saja, jika ada fee, akan dialokasikan oleh BP Batam. Tindakan ini harus segera dihentikan, dan KPK kami minta turun tangan mengusut kasus suap dan gratifikasi dalam penerbitan alokasi lahan, ” kata Muren Mulkan.
Bersama Ketua LSM RCW Muren Mulkan, seorang tokoh masyarakat di Batam, H Ismail, turut melakukan unjuk rasa di gedung KPK. H Ismail memprotes pengalokasian lahan tidak memperhatikan aspek keadilan dan lingkungan.
”Kami menemukan ada kejanggalan dan keganjilan (dalam pengalokasian lahan di Pulau Batam), salah satu persoalan IPH atau Izin Peralihan Hak itu, ada satu lokasi yang belum dibangun bisa memperoleh IPH. Jadi, kita minta kepada BP Batam, jika IPH bisa diberikan ke lahan yang belum dibangun, mengapa yang lain tidak diberikan (baca: alokasi lahannya ditarik). Jangan pilih kasih,” ujar H Ismail. (*)
(Redaksi/TIM)
Discussion about this post